MOTIVASI
KERJA
DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS
MATAKULIAH
“PERILAKU ORGANISASI”
Disusun Oleh:
Sumarni Randriany (Mahasiswi
UT Sorong)
NIM: 530013436
Dosen
MK Perilaku Organisasi:
Prof.
Dr. Meutia.,SE.,M.P.
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS
TERBUKA UPBJJ SORONG
TAHUN 2018
DAFTAR
ISI
DAFTAR ISI..........................................................................................................
2
PENDAHULUAN.................................................................................................
3
RUMUSAN MASALAH........................................................................................3
PEMBAHASAN.....................................................................................................3
SIMPULAN DAN SARAN ................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 11
A. Latar
Belakang Masalah
Motivasi
berasal dari kata latin “movere” yang berarti “dorongan atau daya
penggerak”. Motivasi ini sangat diperlukan seseorang dalam menjalankan segala
aktivitasnya. Dalam menjalankan hidup, seseorang memerlukan banyak motivasi
agar ia dapat menjalankan segala sesuatu yang dapat mempertahankan kelangsungan
hidupnya. Dalam dunia pendidikan, seorang anak memerlukan motivasi baik dari
orang tua, guru, maupun teman-temannya agar ia mampu meningkatkan prestasi
belajarnya.
Hal ini pula
yang dibutuhkan orang dalam dunia kerja. Seseorang hanya dapat bekerja dengan
baik apabila ia mendapatkan motivasi kerja yang baik pula. Motivasi kerja tidak
hanya bersumber dari dalam diri orang itu saja, melainkan memerlukan perpaduan
baik dari diri sendiri, atasan, mapun lingkungan kerja itu sendiri.
Namun di balik
semuanya itu, kita perlu mengetahui cara meningkatkan motivasi kerja karyawan.
Terdorong akan rasa keingintahuan serta kenyataan seperti yang tersebut itulah
yang membuat penulis memilih topik mengenai cara meningkatkan motivasi kerja.
Selanjutnya, hasil pengkajian itu penulis uraikan dalam makalah berjudul
“Meningkatkan Unjuk Kerja dengan Memberikan Motivasi Kerja yang Baik”.
B. Rumusan Masalah
Dalam tulisan ini akan dibahas beberapa masalah
yaitu :
1.
Apa definisi dari motivasi kerja ?
2.
Apa yang mempengaruhi motivasi kerja karyawan ?
3.
Bagaimana cara untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan ?
C.
Pembahasan
1. Motivasi
dan Kinerja
Motivasi dalam bahasa Inggris disebut“motivation” yang berasal
dari bahasa Latin movereyang dimaksud dengan “menggerakkan” (Steers
& Poter, 1975; Wijono, 2010: 20). Dalam artian seseorang akan melakukan
sesuatu (bergerak) jika didasari oleh kehendak atau keinginan tertentu.
Kehendak atau keinginan itu dapat pula dikatakan motif atau yang mengakibatkan munculnya perilaku.
Motivasi adalah suatu proses dimana kebutuhan-kebutuhan mendorong seseorang
untuk melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah ke tercapainya tujuan
tertentu (Munandar, 2010 : 323). Adapun definisi konseptual motivasi
dan motivasi kerja yang dikemukakan oleh Murray (1968: 7-8) memberi definisi
motivasi adalah sebuah faktor yang mengakibatkan munculnya, memberi arah dan
menginterpretasikan perilaku seseorang (Wijono, 2010: 20) Kemudian Lawler (1973: 3) memberi definisi motivasi sebagai perilaku yang
dikontrol oleh pengontrolan pusat manusia yang mengarahkan individu untuk
mencapai sesuatu tujuan(Sutarto, 2010: 20). Dan menurut Arifin Hj. Zainal
(1984: 54) motivasi adalah sebagai sesuatu yang bersumber dari dalam atau dari
luar (Wijono, 2010: 21). Menurut Bernard Berendooni dan Gary
A. Stainer motivasi adalah kondisi mental yang mendorong aktivitas dan memberi
energi yang mengarah kepada pencapaian kebutuhan, memberi kepuasan atau
mengurangi ketidakseimbangan (Sedarmayanti, 2009:216).
Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa motivasi
kerja merupakan sesuatu faktor yang mendorong seseorang baik dari dalam diri
seseorang maupun dari luar, untuk berperilaku melakukan sesuatu aktivitas
kerja. Dorongan dari dalam dapat berupa kepuasan akan kebutuhan-kebutuhan yang
ingin terpenuhi dan dorongan dari luar dapat berupa suatu tujuan yang telah
ditetapkan untuk dicapai dalam waktu tertentu. Sehingga dapat dikatakan bahwa
tujuan dari pemberian faktor motivasi kepada karyawan adalah untuk meningkatkan
semangat pekerja dalam bekerja, dan sebagai suatu upaya untuk meningkatkan
produktivitas kinerja karyawan.
Sedangkan kinerja Menurut Seymour (1991) merupakan tindakan-tindakan atau
pelaksanaan-pelaksanaan tugas yang dapat diukur (Wahyudin,2003). Kinerja adalah
merefleksikan seberapa baik seseorang individu memenuhi permintaan pekerjaan
(Wahyudin,2003). Sementara itu menururt Suitadi (2003), Kinerja adalah suatu
hasil kerja yang dicapai seorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan
kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta
waktu (Riyadi, 2011 dalam Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan Vol 13).
Cascio
(1995:275) mengatakan bahwa kinerja merupakan prestasi karyawan dari tugas-tuganya yangtelah ditetapkan. Sedangkan menurut Mangkunegara
(2001:67); kinerja dapat didefinisikan sebagai hasil kerja secara kualitas dan
kuantitas yang dapat dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugas
sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya (Koesmono, 2005)
Kinerja yang baik dapat dipengaruhi oleh kecakapan dan motivasi. Kecakapan
tanpa motivasi atau motivasi tanpa kecakapan, keduanya tidak dapat menghasilkan
keluaran yang tinggi. Larsen dan Mitchell mengusulkan bahwa kinerja akan
tergantung kepada adanya perpaduan yang tepat antara individu dan pekerjaannya
(Sedarmayanti, 2009: 215-216).
Dale Timpe
(1992) mengungkapkan kinerja adalah tingkat prestasi seseorang atau karyawan
dalam suatu organisasi atau perusahaan yang dapat meningkatkan produktifitas.
Terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan; pertama, faktor
internal, yaitu faktor yang berhubungan dengan sifat-sifat seseorang, meliputi
sikap, sifat-sifat kepribadian, sifat fisik, keinginan atau motivasi, umur,
jenis kelamin, pendidikan, pengalaman kerja, latar belakang budaya dan
variabel-variabel personal lainnya. Kedua,faktor
eksternal, yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan yang berasal
dari linkungan, kepemimpinan, tindakan-tindakan rekan kerja, jenis latihan dan
pengawasan, sistem upah dan lingkungan
social. (Riyadi, 2011).
Sugianto (2001) memaparkan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
kinerja karyawan yaitu :
a. Strategi organisasional (nilai
tujuan jangka pendek dan jangka panjang)
b. Batasan situasional (budaya
organisasi dan kondisi ekonomi)
c. Atribut individual (antara lain
kemampuan dan keterampilan)
Sementara itu menurut Robert, M.Raft dalam Temple (1999), dalam upaya
meningkatkan kinerja karyawan secara optimal dalam suatu perusahaan terdapat
tujuh faktor yang mempengaruhinya, yaitu :
a. Sistem upah untuk memperbaiki
motivasi kerja dalam tugas
b. Penetapan tujuan untuk menambah
motivasi kerja
c. Program Management By Objective
(MBO) untuk menjelaskan dan membuat tujuan individu sejalan dengan tujuan
perusahaan
d. Berbagai prosedur seleksi karyawan
untuk mencari kemungkinan kontrak dengan individu yang berbobot dan
berpengalaman.
e. Program pelatihan dan pengembangan
untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan keryawan sehingga dapat
berfungsi efektif.
f. Pergantian kepemimpinan dan
program-program untuk memperbaiki efektivitas manajerial.
g. Mengubah struktur organisasi untuk
memperbaiki efektivitas organisasi.
2. Teori Motivasi
Ada beberapa teori motivasi yang telah dikembangkan, namun pada dasrnya
terklasifikasi menjadi dua teori umum yaitu Teori Motivasi Isi dan Teori
Motivasi Proses.
a) Teori Motivasi Isi
1) Teori Hierarki Kebutuhan
Maslow (1970)
Kebutuhan dari tiap
individu berbeda-beda, dan menurut Maslow pemenuhan akan kebutuhan tersebut
sulit dalam waktu yang bersamaan. Maka Maslow menyusun kebutuhan manusia dalam
5 tingkat dan pemenuhannya juga berdasarkan tingkat kepentingannya.
1.
Kebutuhan
Fisiologis atau kebutuhan primer, yaitu kebutuhan yang merupakan tingkat
kebutuhan paling rendah, yang pemenuhannya harus lebih awal karena menyangkut
kebutuhan akan makan, minum, bernapas, tidur, seks,dan sebagainya.
2.
Kebutuhan
Keamanan, yaitu kebutuhan tingkat kedua yang ingin dipenuhi setelah kebutuhan
primer telah terpuaskan. Kebutuhan ini berkaitan dengan keiginan akan
perlindungan dan rasa aman terhadap segala ancaman, terjamin keselamatannya
saat bekerja dan sebagainya.
3.
Kebutuhan
Sosial, yaitu kebutuhan yang diperlukan dalam menjalin hubungan baik dengan
orang lain. Memberi dan menerima persahabatan, kasih sayang, dan teman berbagi
dalam menjalankan aktivitasnya.
4.
Kebutuhan
Harga diri, yaitu yang meliputi 2 jenis (Munandar, 2001: 328), yaitu yang
mencakup faktor internal seperti kebutuhan harga diri, kepercayaan diri,
kompetisi, dan otonomi. Dan faktor eksternal yang mencakup reputasi seperti
kebutuhan untuk dikenali, diakui, penghargaan, dan status.
5.
Kebutuhan
Aktualisasi Diri, yaitu kebutuhan ingin melakukan sesuatu berdasarkan kemampuan
yang dirasakan dimiliki. Kebutuhan ini akan muncul jika empat kebutuhan
sebelumnya telah terpenuhi. Seseorang cenderung Ingin menunjukkan kemampuan
yang berbeda dari orang lain dengan membuat seluruh potensi yang dimilikinya
dapat terwujud sacara nyata.
Jika karyawan berprinsip
‘bekerja adalah nilai’ sehingga tidak merasa bahwa ketaatan pada atasan
merupakan suatu paksaan, akan menimbulkan corak motivasi yang proaktif.
Sebaliknya jika karyawan berprinsip ‘bekerja adalah taat kepada atasan’
sehingga merasa bahwa segala yang ia kerjakan adalah paksaan, akan menimbulkan
corak motivasi yang reaktif.
2) Teori Kebutuhan Existence – Related –growth (E.R.G)
Alderfer
Berbeda dengan teori
kebutuhan Maslow, Alderfer mengelompokkan kebutuhan manusia dalam tiga
kelompok, yaitu
1.
Kebutuhan
Eksistensi (Existence needs). Disebut pula kebutuhan keberadaan yang
meliputi berbagai macam kebutuhan yang berkaitan dengan kebutuhan materi dan
fisik seperti kebutuhan makan dan minum, penghasilan, dan keselamatan secara
fisik. Kebutuhan ini termasuk dalam kebutuhan tingkat pertama dan kedua pada
tata tingkat kebutuhan maslow.
2.
Kebutuhan
Relasi (Relatedness needs) atau kebutuhan hubungan. Kebutuhan ini berada
pada tingkat ketiga pada teori Maslow. Kebutuhan ini berkaitan dengan keinginan
seseorang untuk membagi perasaan dan pikirannya dengan orang lain disekitarnya.
Keinginan untuk dapat berkomunikasi dengan baik dan terbuka dengan rekan
kerjanya, atasan atau bawahan.
3.
Kebutuhan
Pertumbuhan (growth needs), yaitu kebutuhan untuk mengembangkan segala
potensi yang dimilikinya agar dapat lebih kreatif dan produktif dalam
beraktivitas. Kebutuhan ini hanya akan terpuaskan jika seseorang telah mampu
menunjukkan perkembangan potensi yang dimilikinya dalam kehidupannya.
3) Teori Dua Faktor herzberg
Teori dua faktor ini
disebut juga teori hygiene-motivasi. Herzberg menemukan bahwa
faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja berbeda dengan faktor yang
menimbulkan ketidakpuasan kerja. Faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja
yang ia namakan faktor motivator, mencakup faktor-faktor yang berkaitan dengan
isi dari pekerjaan, yang merupakan faktor intrinsik dari pekerjaan yaitu
(Munandar,2001: 331).
a.
Tanggung
Jawab (responsibility), yaitu besar kecilnya tanggung jawab yang
dirasakan diberikan kepada seorang tenaga kerja
b.
Kemajuan
(advancement), yaitu besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja dapat maju
dalam pekerjaannya.
c.
Pekerjaan
itu sendiri, yaitu besar kecilnya tantangan yang dirasakan tenaga kerja dari
pekerjaannya.
d.
Capaian
(achievement), yaitu besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja mencapai
prestasi kerja yang tinggi.
e.
Pengakuan
(recognition), yaitu besar kecilnya pengakuan yang diberikan kepada
tenaga kerja atas unjuk-kerjanya.
Kelompok faktor yang
lain yaitu hygene factors(faktor pemeliharaan) yang menimbulkan
ketidakpuasan, berkaitan dengan konteks dari pekerjaan, dan meliputi
faktor-faktor ekstrinsik dari pekerjaan, yang meliputi faktor (Wijono, 2010:
38) :
a.
Administrasi
dan kebijakan perusahaan
b.
Hubungan
dengan bawahan
c.
Keamanan
kerja
d.
Kondisi-kondisi
kerja
e.
Gaji
Kebutuhan yang
tergolong hygiene (faktor pemeliharaan), bila tidak
mendapatkan pemuasan akan menimbulkan ketidakpuasan dalam kerja. Namun bila
terpuaskan, orang belum akan puas (belum benar-benar termotivasi terhadap
pekerjaannya). Namun yang menimbukan motivasi kerja yang tinggi adalah
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan yang termasuk ke dalam faktor motivator (Anoraga,
2009: 39-40).
4) Teori Motivasi berprestasi (Achievement
motivation) David McClelland.
Dalam
teori ini McClelland mengemukakan 3 motif, yaitu
a. Motif kekuasaan
Motif/kebutuhan berkuasa ialah adanya keinginan yang kuat
untuk mengandalkan orang lain, untuk mempengaruhi orang lain, dan untuk
memiliki dampak terhadap orang lain (Munandar, 2001: 334). Hal ini memiliki
dampak negatif jika keinginan untuk mempengaruhi dan menguasai orang lain demi
kepentingan pribadinya. Dan akan berdampak positif jika motif kekuasaannya
lebih memainkan peran dalam meningkatkan organisasi. McClelland (1970)
mengatakan bahwa seorang manajer yang memegang tanggung jawab
pengadministrasian sebuah organisasi mau tidak mau terpaksa menggunakan
kekuasaannya terhadap karyawan yang prestasinya kurang baik (Wijono, 2010: 40).
Orang dengan kebutuhan untuk berkuasa yang besar menyukai pekerjaan dimana
mereka menjadi pimpinan.
b. Motif Afiliasi
Orang-orang dengan kebutuhan untuk berafiliasi yang
tinggi ialah orang-orang berusaha mendapatkan persahabatan. Mereka tidak
menghendaki situasi konflik antar pekerja maupun antara atasan dan bawahan.
Motif ini sebenarnya mempunyai tujuan untuk lebih meningkatkan hubungan
interpersonal antara manajer dengan karyawan dalam konteks keseluruhan
organisasi. Dengan kata lain hubungan kerjasama antara manajer dengan para
karyawan akan tercipta dalam suasana yang penuh dengan kehangatan dan kondusif
dalam mendukung tercapainya tujuan organisasi (Wijono, 2010:41). Pemimpin
harus berusaha agar karyawan dalam suatu organisasi yang dipimpinnya
mempunyai motivasi kerja yang tinggi untuk melaksanakan tugas yang diberikan
kepadanya. Dengan kata lain, pencapaian tujuan organisasi membutuhkan suatuhuman
relations yang baik (Yuningsih, 2011).
c. Motif Berprestasi
Menurut McClelland (1961) aplikasi dari motif berprestasi
menjelaskan bahwa individu akan mengerjakan sesuatu dengan gigih dan risiko
pekerjaannya adalah moderat (sedang), maka ia akan bekerja lebih bertanggung
jawab dan memperolah umpan balik atas hasil prestasinya (Wijono, 2010: 41).
Individu ini cenderung tidak menyukai berhasil secara kebetulan. Mereka lebih
mengejar pretasi pribadi daripada imbalan terhadap keberhasilan. Segala tujuan
yang ditetapkan merupakan sesuatu yang tidak begitu sulit untuk
dicapai tapi juga tidak terlalu mudah untuk mencapainya. Tujuan yang harus
dicapai merupakan tujuan dengan derajat kesulitan menengah/moderate (Munandar,
2001:333). McClelland (1961) memberi ciri-ciri individu dengan motivasi berprestasi
yang tinggi yaitu : (Riyadi, 2011)
1) Suka membuat kerja yang berkaitan dengan prestasi
2) Suka mengambil risiko yang sederhana
3) Lebih suka membuat kerja yang mana individu itu
bertanggung jawaab bagi keberhasilan kerja tersebut
4) Suka mendapat kemudahan tentang kerja itu
5) Lebih mementingkan masa depan dari pada masa sekarang dan
masa lalu
6) Tabah apabila menemui kegagalan.
b) Teori Motivasi proses
1) Teori Jalur Tujuan oleh Georgopoulos, Mahaney, dan Jones
serta Locke.
Teori ini diusulkan oleh
Locke(1968). Dia menjelaskan bahwa teori proses ini menekankan hubungan antara
jalur tujuan dan perilaku individu. Selain itu, dia menjelaskan bahwa tingkah
laku didasarkan atas dasar pencapaian suatu tujuan. Selanjutnya pendapat
Georgopoulus, Mahaney, dan Jones (1975) yang telah mengembangkan suatu model
yang disebut “Path Goal Theory”. Yang menekankan bahwa prestasi (performance)
merupakan fungsi dari proses memfasilitasi (Facilitating process) dan
proses yang menghambat (Wijono, 2010: 43). Pada prinsipnya teori ini mengarah
pada penetapan tujuan yang dicapai secara sadar untuk mencapai prestasi kerja.
Ketika tujuan yang
ditetapkan berdasarkan prakarsa sendiri, maka motivasi kerja individu tersebut
bercorak proaktif dan memiliki keikatan (commitment) besar untuk
berusaha mencapai tujuannya. Namun ketika seorang karyawan untuk menetapkan
sasaran kerjanya untuk kurun waktu tertentu, maka individu tersebut akan lebih
bercorak reaktif dan keikatan (commitment) terhadap usaha mencapai
tujuannya cenderung tidak terlalu besar.
2) Teori Harapan
Teori ini awalnya
dikembangkan oleh Vroom, kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh ahli lain
yaitu Porter & Lawler. Teori harapan Lawler ini mengajukan empat asumsi
(Munandar, 2001: 338-339):
a.
Tiap
orang memiliki tujuan pribadi yang disadari ataupun tidak disadari. Jika
disadari, maknanya serupa dengan penetapan tujuan. Jika tidak disadari,
motivasi kerjanya lebih bercorak reaktif.
b.
Orang
mempunyai harapan tentang kemungkinan bahwa upaya (effort= E) mereka
akan mengarahkan ke perilaku unjuk kerja (performance=P) yang dituju.
Ini diungkapkan sebagai harapan E-P
c.
Orang
mempunyai harapan tentang kemungkinan bahwa hasil keluaran (outcomes=O)
tertentu akan diperoleh setelah unjuk kerja (P).
d.
Dalam
setiap situasi, tindakan dan upaya yang dilakukan seseorang ditentukan oleh
harapan-harapan dan pilihan-pilihan yang dimilikinya.
Secara umum kemungkinan
seseorang akan termotivasi untuk melakukan sesuatu jika dirinya percaya bahwa
tingkah lakunya tersebut akan mendatangkan hasil. Kemudian individu tersebut
akan percaya bahwa hasil tersebut mempunyai nilai positif bagi dirinya,
sehingga ia yakin bahwa dirinya mampu mencapai prestasi yang dikehendaki.
3) Teori Keadilan (Equity Theory)oleh J.S. Adams
Salah satu asumsi Adams
ialah jika orang melakukan pekerjaannya dengan imbalan gaji/penghasilan, mereka
memikirkan tentang apa yang mereka berikan pada pekerjaannya (masukan) dan apa
yang mereka terima untuk keluaran kerja mereka (Waluyo, 2009:79). Teori
keadilan ini mempunyai empat asumsi dasar sebagai berikut :
a. Orang berusaha untuk menciptakan dan mempertahankan satu
kondisi keadilan.
b. Jika dirasakan adanya kondisi ketidakadilan, kondisi ini
menimbulkan ketegangan yang memotivasi orang untuk menguranginya atau
menghilangkannya.
c. Makin besar persepsi ketidakadilannya, makin besar
motivasinya untuk bertindak mengurangi kondisi ketegangan itu.
d. Orang akan mempersepsikan ketidakadilan yang tidak
menyenangkan lebih cepat daripada ketidakadilan yang menyenangkan.
Dari asumsi diatas
muncul tiga kombinasi, yaitu karyawan akan termotivasi untuk meningkatkan
prestasi jika memperoleh imbalan yang lebih dari apa yang telah dikerjakannya,
karyawan juga akan memberikan kinerja baik jika imbalan yang diterima sesuai
dengan apa yang telah dikerjakan, dan karyawan tidak akan termotivasi untuk
bekerja jika imbalan yang ia terima tidak sebanding dengan apa yang telah
dikerjakan.
3.
Meningkatkan Motivasi Kerja
Dalam upaya meningkatkan motivasi kerja, diperlukan peran pemimpin/atasan,
peran pekerja sendiri, dan peran organisasi (Munandar, 2001: 342-346).
a. Peran pemimpin/atasan
Cara pokok yang dilakukan atasan untuk meningkatkan motivasi, yaitu :
1) Pemimpin bersikap keras kepada
karyawannya, dengan memaksakan karyawan untuk bekerja keras atau memberikan
ancaman.
2) Bersama-sama dengan karyawan
menetapkan tujuan yang bermakna,sesuai dengan kemampuan, yang dapat dicapai
melalui prestasi kerja yang tinggi. Atasan perlu mengenali sasaran yang
bernilai tinggi dari bawahannya agar dapat membantu karyawannya untuk
mencapainya dengan demikian atasan memotifasi karyawannya.
b. Peran pekerja/karyawan
Hal ini berkaitan dengan tipe-tipe karyawan oleh McGregor yaitu orang-orang
yang bertipe X yang bersikap malas, menghindari tanggung jawab dan harus terus
dikendalikan. Sedangkan orang tipe Y cenderung bersikap rajin, berambisi untuk
maju, dan senantiasa mengembangkan dirinya. sehingga tampak perbedaan peran
karyawan dalam meningkatkan motivasi, jika karyawa termasuk tipe X maka
motivasi kerjanya bercorak reaktif, dan yang bertipe Y termasuk corak motivasi
proaktif.
c. Peran organisasi.
Berbagai kebijakan dan peraturan perusahaan dapat ‘menarik’ atau
‘mendorong’ motivasi kerja seorang tenaga kerja. Kebijakan yang mampu ‘menarik’
motivasi kerja karyawan adalah kebijakan di bidang imbalan keuangan (Waluyo,
2009: 81). Sedangkan kebijakan yang mampu mendorong motivasi kerja adalah
kebijakan Gugus Kendali Mutu yang merupakan suatu kebijakan yang dituangkan ke
dalam berbagai peraturan yang mendasari kegiatan dan yang mengatur pemecahan
masalah dalam kelompok kecil (Munandar, 2001: 345-346).
Selain itu menurut Stoner dan Freeman, 1994) beberapa hal yang dapat
dijadikan alat untuk meningkatkan motivasi karyawan atau pekerja sehingga mereka dapat terdorong dan semangat
dalam melaksanakan pekerjaannya diantaranya adalah :(Dermantio, 2009: 25).
1) Melibatkan atau mengikutsertakan
dengan maksud mengajak karyawan untuk berprestasi secara efektif dalam proses
operasi dan produksi organisasi.
2) Komunikasi, yaitu melakukan
penginformasian secara jelas terhadap tujuan yang ingin dicapai, cara-cara
pencapaian dan kendala yang sekiranya akan dihadapi.
3) Pengakuan, yang pada dasarnya berupa
pemberian penghargaan dan pengakuanyang tepat dan
wajar kepada karyawan atas prestasi kerja yang dicapai.
4) Wewenang Pendelegasian, yaitu berkaitan dengan
pendelegasian sebagai wewenang dan kebebasan untuk mengambil keputusan
serta kreatifitas karyawan.
5) Perhatian Timbal Balik, yaitu berkaitan dengan
pengungkapan atas harapan dankeinginan pemilik atau pemimpin dan pengelola
organisasi pada karyawan sertamemahami, memperhatikan dan berusaha memenuhi
kebutuhan karyawannya.
Melahirkan motivasi kerja hanya bisa dicapai dengan kesadaran bersama,
serta pentingnya peran sangleader dalam memainkan peran sebagai
motivator yang mampu menunjukkan arah yang benar, sehingga dapat membantu/
membimbing perkembangan kelompok ke tahap kedewasaan/kemandirian dan
bertanggung jawab.
D. Kesimpulan
Dari
uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
1. Motivasi kerja merupakan sesuatu
faktor yang mendorong seseorang baik dari dalam diri seseorang maupun dari
luar, untuk berperilaku melakukan sesuatu aktivitas kerja.
2. Hal-hal yang mempengaruhi motivasi
kerja antara lain: Kebutuhan atau harapan, tujuan, umpan balik, budaya
organisasi, dan gaya kepemimpinan atasan.
3. Dalam proses meningkatkan motivasi
kerja karyawan, dibutuhkan peran atasan untuk bersikap tegas dan berusaha untuk
men-sinkronisasi-kan tujuan organisasi/perusahaan dengan tujuan
individu/karyawan, Peran individu/karyawan untuk mampu mengubah kebiasaannya
(dari tipe X ke tipe Y), dan peran organisasi yaitu membuat kebijakan atau
peraturan yang dapat mendorong atau menarik motivasi kerja karyawan seperti
kebijakan di bidang imbalan keuangan.
DAFTAR PUSTAKA
Munandar, Ashar Sunyoto. 2001. Psikologi Industri Dan Organisasi.
Jakarta: Universitas Indonesia. Hal 319-348.
Wijono, Sutarto. 2010. Psikologi Industri Dan Organisasi.
Jakarta: Kencana. Hal:19-57 dan hal ; 65-95.
Anoraga, Panji. 2009. Psikologi Kerja. Jakarta: Rineka
Cipta. Hal: 34-45.
Sedarmayanti. 2009. TATA KERJA DAN PRODUKTIVITAS KERJA Suatu
Tinjauan Dari Aspek Ergonomi Atau Kaitan Antara Manusia Dengan Lingkungan
Kerjanya. Bandung:CV. Mandar Maju. Hal: 214-222.
Waluyo, Minto. 2009. Psikologi Teknik Industri.
Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal:77-84.
Djati,Sundring Pantja. 1999. Pengaruh Variabel-Variabel Motivasi
Terhadap Produktivitas Tenaga Kerja Karyawan Pada Industri Rumah Tangga Di
Kabupaten Sidoarjo. Dalam Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan Vol. 1, No. 1,
September 1999: 22 – 35.http://cpanel.petra.ac.id/ejournal/index.php/man/article/viewFile/15590/15582. Diakses 06 Oktober 2011.
Henry, Adolf. 2009. Motivasi Kerja, Budaya Organisasi Dan
Produktivitas Kerja Karyawan. Dalam Jurnal Psikologi Volume 2, No. 2, Juni 2009 hal: 159-165.http://www.ejournal.gunadarma.ac.id/index.php/psiko/article/viewFile/271/211. Diakses 06 Oktober 2011
Riyadi, Slamet. 2011. Pengaruh Kompensasi Finansial,Gaya kepemimpinan
dan Motivasi kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada Perusahaan Manufaktur di Jawa
Timur. Dalam Jurnal
Manajemen Dan Kewirausahaan, Vol.13, No. 1, Maret 2011: 45-50.http://cpanel.petra.ac.id/ejournal/index.php/man/article/viewFile/18243/18111. Diakses 10 Oktober
2011.
Koesmono. H. Teman. 2005. Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap
Motivasi Dan Kepuasan Serta Kinerja Karyawan Pada Sub Sektor Industri
Pengolahan Kayu Skala Menengah Di Jawa Timur. Dalam Jurnal Manajemen & Kewirausahaan, Vol. 7, No. 2,
September 2005: 171-188.http://cpanel.petra.ac.id/ejournal/index.php/man/article/viewFile/16362/16354. Diakses 06 Oktober 2011
Yuningsih. 2011. Pengaruh Human Relations Terhadap Motivasi Kerja
Karyawan Rumah Sakit Umum Daerah Sukadana. Dalam Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 7 No.2, Januari 2011 hal: 191-205.http://lemlit.unila.ac.id/file/arsip%202010./JBM/JBM%20september%202008.pdf. Diakses 11 Oktober 2011
Dermantio, Edu. 2009. Skripsi: Hubungan Antara Motivasi Kerja
Dengan Prestasi Kerja Karyawan (Studi Kasus Surat Kabar Jurnal Bogor).
Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor.http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/11526/BAB%20II%20Pendekatan%20Teoritis%20I09edi.pdf?sequence=6. Diakses 10 Oktober 2011.
Wahyudin, Yusni. 2003. Tesis: Analisis Pengaruh Diskusi Verbal
Dalam Review Kertas Kerja Dan Motivasi Serta Interaksinya Terhadap Kinerja
Auditor Di Jawa Timur. Universitas Diponegoro.http://eprints.undip.ac.id/9909/1/2003MAK2181.pdf Diakses 06 Oktober 2011.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar