Kamis, 13 September 2018


MOTIVASI KERJA

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
“PERILAKU ORGANISASI”







 



  

Disusun Oleh:

Sumarni Randriany (Mahasiswi UT Sorong)
NIM: 530013436


Dosen MK Perilaku Organisasi:
Prof. Dr. Meutia.,SE.,M.P.






KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS TERBUKA UPBJJ SORONG
TAHUN 2018











DAFTAR ISI

                                               

DAFTAR ISI.......................................................................................................... 2
PENDAHULUAN................................................................................................. 3
RUMUSAN MASALAH........................................................................................3
PEMBAHASAN.....................................................................................................3
SIMPULAN DAN SARAN ................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 11


A.      Latar Belakang Masalah
Motivasi berasal dari kata latin “movere” yang berarti “dorongan atau daya penggerak”. Motivasi ini sangat diperlukan seseorang dalam menjalankan segala aktivitasnya. Dalam menjalankan hidup, seseorang memerlukan banyak motivasi agar ia dapat menjalankan segala sesuatu yang dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya. Dalam dunia pendidikan, seorang anak memerlukan motivasi baik dari orang tua, guru, maupun teman-temannya agar ia mampu meningkatkan prestasi belajarnya.
Hal ini pula yang dibutuhkan orang dalam dunia kerja. Seseorang hanya dapat bekerja dengan baik apabila ia mendapatkan motivasi kerja yang baik pula. Motivasi kerja tidak hanya bersumber dari dalam diri orang itu saja, melainkan memerlukan perpaduan baik dari diri sendiri, atasan, mapun lingkungan kerja itu sendiri.
Namun di balik semuanya itu, kita perlu mengetahui cara meningkatkan motivasi kerja karyawan. Terdorong akan rasa keingintahuan serta kenyataan seperti yang tersebut itulah yang membuat penulis memilih topik mengenai cara meningkatkan motivasi kerja. Selanjutnya, hasil pengkajian itu penulis uraikan dalam makalah berjudul “Meningkatkan Unjuk Kerja dengan Memberikan Motivasi Kerja yang Baik”.

B.        Rumusan Masalah
Dalam tulisan ini akan dibahas beberapa masalah yaitu :
1.         Apa definisi dari motivasi kerja ?
2.         Apa yang mempengaruhi motivasi kerja karyawan ?
3.         Bagaimana cara untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan ?

C.       Pembahasan
1.      Motivasi dan Kinerja
Motivasi dalam bahasa Inggris disebut“motivation” yang berasal dari bahasa Latin movereyang dimaksud dengan “menggerakkan” (Steers & Poter, 1975; Wijono, 2010: 20). Dalam artian seseorang akan melakukan sesuatu (bergerak) jika didasari oleh kehendak atau keinginan tertentu. Kehendak atau keinginan itu dapat pula dikatakan motif atau yang mengakibatkan munculnya perilaku.
Motivasi adalah suatu proses dimana kebutuhan-kebutuhan mendorong seseorang untuk melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah ke tercapainya tujuan tertentu (Munandar, 2010 : 323). Adapun definisi konseptual motivasi dan motivasi kerja yang dikemukakan oleh Murray (1968: 7-8) memberi definisi motivasi adalah sebuah faktor yang mengakibatkan munculnya, memberi arah dan menginterpretasikan perilaku seseorang (Wijono, 2010: 20) Kemudian Lawler (1973: 3) memberi definisi motivasi sebagai perilaku yang dikontrol oleh pengontrolan pusat manusia yang mengarahkan individu untuk mencapai sesuatu tujuan(Sutarto, 2010: 20). Dan menurut Arifin Hj. Zainal (1984: 54) motivasi adalah sebagai sesuatu yang bersumber dari dalam atau dari luar (Wijono, 2010: 21). Menurut Bernard Berendooni dan Gary A. Stainer motivasi adalah kondisi mental yang mendorong aktivitas dan memberi energi yang mengarah kepada pencapaian kebutuhan, memberi kepuasan atau mengurangi ketidakseimbangan (Sedarmayanti, 2009:216).
Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa motivasi kerja merupakan sesuatu faktor yang mendorong seseorang baik dari dalam diri seseorang maupun dari luar, untuk berperilaku melakukan sesuatu aktivitas kerja. Dorongan dari dalam dapat berupa kepuasan akan kebutuhan-kebutuhan yang ingin terpenuhi dan dorongan dari luar dapat berupa suatu tujuan yang telah ditetapkan untuk dicapai dalam waktu tertentu. Sehingga dapat dikatakan bahwa tujuan dari pemberian faktor motivasi kepada karyawan adalah untuk meningkatkan semangat pekerja dalam bekerja, dan sebagai suatu upaya untuk meningkatkan produktivitas kinerja karyawan.
Sedangkan kinerja Menurut Seymour (1991) merupakan tindakan-tindakan atau pelaksanaan-pelaksanaan tugas yang dapat diukur (Wahyudin,2003). Kinerja adalah merefleksikan seberapa baik seseorang individu memenuhi permintaan pekerjaan (Wahyudin,2003). Sementara itu menururt Suitadi (2003), Kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu (Riyadi, 2011 dalam Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan Vol 13).
Cascio (1995:275) mengatakan bahwa kinerja merupakan prestasi karyawan dari tugas-tuganya yangtelah ditetapkan. Sedangkan menurut Mangkunegara (2001:67); kinerja dapat didefinisikan sebagai hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dapat dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya (Koesmono, 2005)
Kinerja yang baik dapat dipengaruhi oleh kecakapan dan motivasi. Kecakapan tanpa motivasi atau motivasi tanpa kecakapan, keduanya tidak dapat menghasilkan keluaran yang tinggi. Larsen dan Mitchell mengusulkan bahwa kinerja akan tergantung kepada adanya perpaduan yang tepat antara individu dan pekerjaannya (Sedarmayanti, 2009: 215-216).
Dale Timpe (1992) mengungkapkan kinerja adalah tingkat prestasi seseorang atau karyawan dalam suatu organisasi atau perusahaan yang dapat meningkatkan produktifitas. Terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan; pertama, faktor internal, yaitu faktor yang berhubungan dengan sifat-sifat seseorang, meliputi sikap, sifat-sifat kepribadian, sifat fisik, keinginan atau motivasi, umur, jenis kelamin, pendidikan, pengalaman kerja, latar belakang budaya dan variabel-variabel personal  lainnya. Kedua,faktor eksternal, yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan yang berasal dari linkungan, kepemimpinan, tindakan-tindakan rekan kerja, jenis latihan dan pengawasan, sistem upah dan lingkungan social. (Riyadi, 2011).
Sugianto (2001) memaparkan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan yaitu :
a.    Strategi organisasional (nilai tujuan jangka pendek dan jangka panjang)
b.    Batasan situasional (budaya organisasi dan kondisi ekonomi)
c.    Atribut individual (antara lain kemampuan dan keterampilan)
Sementara itu menurut Robert, M.Raft dalam Temple (1999), dalam upaya meningkatkan kinerja karyawan secara optimal dalam suatu perusahaan terdapat tujuh faktor yang mempengaruhinya, yaitu :
a.      Sistem upah untuk memperbaiki motivasi kerja dalam tugas
b.      Penetapan tujuan untuk menambah motivasi kerja
c.      Program Management By Objective (MBO) untuk menjelaskan dan membuat tujuan individu sejalan dengan tujuan perusahaan
d.     Berbagai prosedur seleksi karyawan untuk mencari kemungkinan kontrak dengan individu yang berbobot dan berpengalaman.
e.      Program pelatihan dan pengembangan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan keryawan sehingga dapat berfungsi efektif.
f.       Pergantian kepemimpinan dan program-program untuk memperbaiki efektivitas manajerial.
g.      Mengubah struktur organisasi untuk memperbaiki efektivitas organisasi.

2.       Teori Motivasi
Ada beberapa teori motivasi yang telah dikembangkan, namun pada dasrnya terklasifikasi menjadi dua teori umum yaitu Teori Motivasi Isi dan Teori Motivasi Proses.
a)   Teori Motivasi Isi
1)   Teori Hierarki  Kebutuhan Maslow (1970)
Kebutuhan dari tiap individu berbeda-beda, dan menurut Maslow pemenuhan akan kebutuhan tersebut sulit dalam waktu yang bersamaan. Maka Maslow menyusun kebutuhan manusia dalam 5 tingkat dan pemenuhannya juga berdasarkan tingkat kepentingannya.
1.     Kebutuhan Fisiologis atau kebutuhan primer, yaitu kebutuhan yang merupakan tingkat kebutuhan paling rendah, yang pemenuhannya harus lebih awal karena menyangkut kebutuhan akan makan, minum, bernapas, tidur, seks,dan sebagainya.
2.     Kebutuhan Keamanan, yaitu kebutuhan tingkat kedua yang ingin dipenuhi setelah kebutuhan primer telah terpuaskan. Kebutuhan ini berkaitan dengan keiginan akan perlindungan dan rasa aman terhadap segala ancaman, terjamin keselamatannya saat bekerja dan sebagainya.
3.     Kebutuhan Sosial, yaitu kebutuhan yang diperlukan dalam menjalin hubungan baik dengan orang lain. Memberi dan menerima persahabatan, kasih sayang, dan teman berbagi dalam menjalankan aktivitasnya.
4.     Kebutuhan Harga diri, yaitu yang meliputi 2 jenis (Munandar, 2001: 328), yaitu yang mencakup faktor internal seperti kebutuhan harga diri, kepercayaan diri, kompetisi, dan otonomi. Dan faktor eksternal yang mencakup reputasi seperti kebutuhan untuk dikenali, diakui, penghargaan, dan status.
5.     Kebutuhan Aktualisasi Diri, yaitu kebutuhan ingin melakukan sesuatu berdasarkan kemampuan yang dirasakan dimiliki. Kebutuhan ini akan muncul jika empat kebutuhan sebelumnya telah terpenuhi. Seseorang cenderung Ingin menunjukkan kemampuan yang berbeda dari orang lain dengan membuat seluruh potensi yang dimilikinya dapat terwujud sacara nyata.
Jika karyawan berprinsip ‘bekerja adalah nilai’ sehingga tidak merasa bahwa ketaatan pada atasan merupakan suatu paksaan, akan menimbulkan corak motivasi yang proaktif. Sebaliknya jika karyawan berprinsip ‘bekerja adalah taat kepada atasan’ sehingga merasa bahwa segala yang ia kerjakan adalah paksaan, akan menimbulkan corak motivasi yang reaktif.
2)   Teori Kebutuhan Existence – Related –growth (E.R.G) Alderfer
Berbeda dengan teori kebutuhan Maslow, Alderfer mengelompokkan kebutuhan manusia dalam tiga kelompok, yaitu
1.          Kebutuhan Eksistensi (Existence needs). Disebut pula kebutuhan keberadaan yang meliputi berbagai macam kebutuhan yang berkaitan dengan kebutuhan materi dan fisik seperti kebutuhan makan dan minum, penghasilan, dan keselamatan secara fisik. Kebutuhan ini termasuk dalam kebutuhan tingkat pertama dan kedua pada tata tingkat kebutuhan maslow.
2.          Kebutuhan Relasi (Relatedness needs) atau kebutuhan hubungan. Kebutuhan ini berada pada tingkat ketiga pada teori Maslow. Kebutuhan ini berkaitan dengan keinginan seseorang untuk membagi perasaan dan pikirannya dengan orang lain disekitarnya. Keinginan untuk dapat berkomunikasi dengan baik dan terbuka dengan rekan kerjanya, atasan atau bawahan.
3.          Kebutuhan Pertumbuhan (growth needs), yaitu kebutuhan untuk mengembangkan segala potensi yang dimilikinya agar dapat lebih kreatif dan produktif dalam beraktivitas. Kebutuhan ini hanya akan terpuaskan jika seseorang telah mampu menunjukkan perkembangan potensi yang dimilikinya dalam kehidupannya.

3)   Teori Dua Faktor herzberg
Teori dua faktor ini disebut juga teori hygiene-motivasi. Herzberg menemukan bahwa faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja berbeda dengan faktor yang menimbulkan ketidakpuasan kerja. Faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja yang ia namakan faktor motivator, mencakup faktor-faktor yang berkaitan dengan isi dari pekerjaan, yang merupakan faktor intrinsik dari pekerjaan yaitu (Munandar,2001: 331).
a.         Tanggung Jawab (responsibility), yaitu besar kecilnya tanggung jawab yang dirasakan diberikan kepada seorang tenaga kerja
b.         Kemajuan (advancement), yaitu besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja dapat maju dalam pekerjaannya.
c.         Pekerjaan itu sendiri, yaitu besar kecilnya tantangan yang dirasakan tenaga kerja dari pekerjaannya.
d.        Capaian (achievement), yaitu besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja mencapai prestasi kerja yang tinggi.
e.         Pengakuan (recognition), yaitu besar kecilnya pengakuan yang diberikan kepada tenaga kerja atas unjuk-kerjanya.
Kelompok faktor yang lain yaitu hygene factors(faktor pemeliharaan) yang menimbulkan ketidakpuasan, berkaitan dengan konteks dari pekerjaan, dan meliputi faktor-faktor ekstrinsik dari pekerjaan, yang meliputi faktor (Wijono, 2010: 38) :
a.         Administrasi dan kebijakan perusahaan
b.         Hubungan dengan bawahan
c.         Keamanan kerja
d.        Kondisi-kondisi kerja
e.         Gaji
Kebutuhan yang tergolong hygiene (faktor pemeliharaan), bila tidak mendapatkan pemuasan akan menimbulkan ketidakpuasan dalam kerja. Namun bila terpuaskan, orang belum akan puas (belum benar-benar termotivasi terhadap pekerjaannya). Namun yang menimbukan motivasi kerja yang tinggi adalah pemenuhan kebutuhan-kebutuhan yang termasuk ke dalam faktor motivator (Anoraga, 2009: 39-40).

4)   Teori Motivasi berprestasi (Achievement motivation) David McClelland.
Dalam teori ini McClelland mengemukakan 3 motif, yaitu
a.       Motif kekuasaan
Motif/kebutuhan berkuasa ialah adanya keinginan yang kuat untuk mengandalkan orang lain, untuk mempengaruhi orang lain, dan untuk memiliki dampak terhadap orang lain (Munandar, 2001: 334). Hal ini memiliki dampak negatif jika keinginan untuk mempengaruhi dan menguasai orang lain demi kepentingan pribadinya. Dan akan berdampak positif jika motif kekuasaannya lebih memainkan peran dalam meningkatkan organisasi. McClelland (1970) mengatakan bahwa seorang manajer yang memegang tanggung jawab pengadministrasian sebuah organisasi mau tidak mau terpaksa menggunakan kekuasaannya terhadap karyawan yang prestasinya kurang baik (Wijono, 2010: 40). Orang dengan kebutuhan untuk berkuasa yang besar menyukai pekerjaan dimana mereka menjadi pimpinan.
b.      Motif Afiliasi
Orang-orang dengan kebutuhan untuk berafiliasi yang tinggi ialah orang-orang berusaha mendapatkan persahabatan. Mereka tidak menghendaki situasi konflik antar pekerja maupun antara atasan dan bawahan. Motif ini sebenarnya mempunyai tujuan untuk lebih meningkatkan hubungan interpersonal antara manajer dengan karyawan dalam konteks keseluruhan organisasi. Dengan kata lain hubungan kerjasama antara manajer dengan para karyawan akan tercipta dalam suasana yang penuh dengan kehangatan dan kondusif dalam mendukung tercapainya tujuan organisasi (Wijono, 2010:41). Pemimpin harus berusaha agar karyawan dalam suatu organisasi yang dipimpinnya mempunyai motivasi kerja yang tinggi untuk melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya. Dengan kata lain, pencapaian tujuan organisasi membutuhkan suatuhuman relations yang baik (Yuningsih, 2011).
c.       Motif Berprestasi
Menurut McClelland (1961) aplikasi dari motif berprestasi menjelaskan bahwa individu akan mengerjakan sesuatu dengan gigih dan risiko pekerjaannya adalah moderat (sedang), maka ia akan bekerja lebih bertanggung jawab dan memperolah umpan balik atas hasil prestasinya (Wijono, 2010: 41). Individu ini cenderung tidak menyukai berhasil secara kebetulan. Mereka lebih mengejar pretasi pribadi daripada imbalan terhadap keberhasilan. Segala tujuan yang ditetapkan  merupakan sesuatu yang tidak begitu sulit untuk dicapai tapi juga tidak terlalu mudah untuk mencapainya. Tujuan yang harus dicapai merupakan tujuan dengan derajat kesulitan menengah/moderate (Munandar, 2001:333). McClelland (1961) memberi ciri-ciri individu dengan motivasi berprestasi yang tinggi yaitu : (Riyadi, 2011)
1)   Suka membuat kerja yang berkaitan dengan prestasi
2)   Suka mengambil risiko yang sederhana
3)   Lebih suka membuat kerja yang mana individu itu bertanggung jawaab bagi keberhasilan kerja tersebut
4)   Suka mendapat kemudahan tentang kerja itu
5)   Lebih mementingkan masa depan dari pada masa sekarang dan masa lalu
6)   Tabah apabila menemui kegagalan.


b)   Teori Motivasi proses
1)      Teori Jalur Tujuan oleh Georgopoulos, Mahaney, dan Jones serta Locke.
Teori ini diusulkan oleh Locke(1968). Dia menjelaskan bahwa teori proses ini menekankan hubungan antara jalur tujuan dan perilaku individu. Selain itu, dia menjelaskan bahwa tingkah laku didasarkan atas dasar pencapaian suatu tujuan. Selanjutnya pendapat Georgopoulus, Mahaney, dan Jones (1975) yang telah mengembangkan suatu model yang disebut “Path Goal Theory”. Yang menekankan bahwa prestasi (performance) merupakan fungsi dari proses memfasilitasi (Facilitating process) dan proses yang menghambat (Wijono, 2010: 43). Pada prinsipnya teori ini mengarah pada penetapan tujuan yang dicapai secara sadar untuk mencapai prestasi kerja.
Ketika tujuan yang ditetapkan berdasarkan prakarsa sendiri, maka motivasi kerja individu tersebut bercorak proaktif dan memiliki keikatan (commitment) besar untuk berusaha mencapai tujuannya. Namun ketika seorang karyawan untuk menetapkan sasaran kerjanya untuk kurun waktu tertentu, maka individu tersebut akan lebih bercorak reaktif dan keikatan (commitment) terhadap usaha mencapai tujuannya cenderung tidak terlalu besar.
2)      Teori Harapan
Teori ini awalnya dikembangkan oleh Vroom, kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh ahli lain yaitu Porter & Lawler. Teori harapan Lawler ini mengajukan empat asumsi (Munandar, 2001: 338-339):
a.         Tiap orang memiliki tujuan pribadi yang disadari ataupun tidak disadari. Jika disadari, maknanya serupa dengan penetapan tujuan. Jika tidak disadari, motivasi kerjanya lebih bercorak reaktif.
b.         Orang mempunyai harapan tentang kemungkinan bahwa upaya (effort= E) mereka akan mengarahkan ke perilaku unjuk kerja (performance=P) yang dituju. Ini diungkapkan sebagai harapan E-P
c.         Orang mempunyai harapan tentang kemungkinan bahwa hasil keluaran (outcomes=O) tertentu akan diperoleh setelah unjuk kerja (P).
d.        Dalam setiap situasi, tindakan dan upaya yang dilakukan seseorang ditentukan oleh harapan-harapan dan pilihan-pilihan yang dimilikinya.
Secara umum kemungkinan seseorang akan termotivasi untuk melakukan sesuatu jika dirinya percaya bahwa tingkah lakunya tersebut akan mendatangkan hasil. Kemudian individu tersebut akan percaya bahwa hasil tersebut mempunyai nilai positif bagi dirinya, sehingga ia yakin bahwa dirinya mampu mencapai prestasi yang dikehendaki.

3)      Teori Keadilan (Equity Theory)oleh J.S. Adams
Salah satu asumsi Adams ialah jika orang melakukan pekerjaannya dengan imbalan gaji/penghasilan, mereka memikirkan tentang apa yang mereka berikan pada pekerjaannya (masukan) dan apa yang mereka terima untuk keluaran kerja mereka (Waluyo, 2009:79). Teori keadilan ini mempunyai empat asumsi dasar sebagai berikut :
a.    Orang berusaha untuk menciptakan dan mempertahankan satu kondisi keadilan.
b.    Jika dirasakan adanya kondisi ketidakadilan, kondisi ini menimbulkan ketegangan yang memotivasi orang untuk menguranginya atau menghilangkannya.
c.    Makin besar persepsi ketidakadilannya, makin besar motivasinya untuk bertindak mengurangi kondisi ketegangan itu.
d.   Orang akan mempersepsikan ketidakadilan yang tidak menyenangkan lebih cepat daripada ketidakadilan yang menyenangkan.
Dari asumsi diatas muncul tiga kombinasi, yaitu karyawan akan termotivasi untuk meningkatkan prestasi jika memperoleh imbalan yang lebih dari apa yang telah dikerjakannya, karyawan juga akan memberikan kinerja baik jika imbalan yang diterima sesuai dengan apa yang telah dikerjakan, dan karyawan tidak akan termotivasi untuk bekerja jika imbalan yang ia terima tidak sebanding dengan apa yang telah dikerjakan.

3.      Meningkatkan Motivasi Kerja
Dalam upaya meningkatkan motivasi kerja, diperlukan peran pemimpin/atasan, peran pekerja sendiri, dan peran organisasi (Munandar, 2001: 342-346).
a.    Peran pemimpin/atasan
Cara pokok yang dilakukan atasan untuk meningkatkan motivasi, yaitu :
1)   Pemimpin bersikap keras kepada karyawannya, dengan memaksakan karyawan untuk bekerja keras atau memberikan ancaman.
2)   Bersama-sama dengan karyawan menetapkan tujuan yang bermakna,sesuai dengan kemampuan, yang dapat dicapai melalui prestasi kerja yang tinggi. Atasan perlu mengenali sasaran yang bernilai tinggi dari bawahannya agar dapat membantu karyawannya untuk mencapainya dengan demikian atasan memotifasi karyawannya.
b.   Peran pekerja/karyawan
Hal ini berkaitan dengan tipe-tipe karyawan oleh McGregor yaitu orang-orang yang bertipe X yang bersikap malas, menghindari tanggung jawab dan harus terus dikendalikan. Sedangkan orang tipe Y cenderung bersikap rajin, berambisi untuk maju, dan senantiasa mengembangkan dirinya. sehingga tampak perbedaan peran karyawan dalam meningkatkan motivasi, jika karyawa termasuk tipe X maka motivasi kerjanya bercorak reaktif, dan yang bertipe Y termasuk corak motivasi proaktif.
c.    Peran organisasi.
Berbagai kebijakan dan peraturan perusahaan dapat ‘menarik’ atau ‘mendorong’ motivasi kerja seorang tenaga kerja. Kebijakan yang mampu ‘menarik’ motivasi kerja karyawan adalah kebijakan di bidang imbalan keuangan (Waluyo, 2009: 81). Sedangkan kebijakan yang mampu mendorong motivasi kerja adalah kebijakan Gugus Kendali Mutu yang merupakan suatu kebijakan yang dituangkan ke dalam berbagai peraturan yang mendasari kegiatan dan yang mengatur pemecahan masalah dalam kelompok kecil (Munandar, 2001: 345-346).
Selain itu menurut Stoner dan Freeman, 1994) beberapa hal yang dapat dijadikan alat untuk meningkatkan motivasi karyawan atau pekerja sehingga mereka dapat terdorong dan semangat dalam melaksanakan pekerjaannya diantaranya adalah :(Dermantio, 2009: 25).
1)   Melibatkan atau mengikutsertakan dengan maksud mengajak karyawan untuk berprestasi secara efektif dalam proses operasi dan produksi organisasi.
2)   Komunikasi, yaitu melakukan penginformasian secara jelas terhadap tujuan yang ingin dicapai, cara-cara pencapaian dan kendala yang sekiranya akan dihadapi.
3)   Pengakuan, yang pada dasarnya berupa pemberian penghargaan dan pengakuanyang tepat dan wajar kepada karyawan atas prestasi kerja yang dicapai.
4)   Wewenang Pendelegasian, yaitu berkaitan dengan pendelegasian sebagai wewenang dan kebebasan untuk mengambil keputusan serta kreatifitas karyawan.
5)   Perhatian Timbal Balik, yaitu berkaitan dengan pengungkapan atas harapan dankeinginan pemilik atau pemimpin dan pengelola organisasi pada karyawan sertamemahami, memperhatikan dan berusaha memenuhi kebutuhan karyawannya.
Melahirkan motivasi kerja hanya bisa dicapai dengan kesadaran bersama, serta pentingnya peran sangleader dalam memainkan peran sebagai motivator yang mampu menunjukkan arah yang benar, sehingga dapat membantu/ membimbing perkembangan kelompok  ke tahap kedewasaan/kemandirian dan bertanggung jawab.

D.      Kesimpulan
            Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
1.    Motivasi kerja merupakan sesuatu faktor yang mendorong seseorang baik dari dalam diri seseorang maupun dari luar, untuk berperilaku melakukan sesuatu aktivitas kerja.
2.    Hal-hal yang mempengaruhi motivasi kerja antara lain: Kebutuhan atau harapan, tujuan, umpan balik, budaya organisasi, dan gaya kepemimpinan atasan.
3.    Dalam proses meningkatkan motivasi kerja karyawan, dibutuhkan peran atasan untuk bersikap tegas dan berusaha untuk men-sinkronisasi-kan tujuan organisasi/perusahaan dengan tujuan individu/karyawan, Peran individu/karyawan untuk mampu mengubah kebiasaannya (dari tipe X ke tipe Y), dan peran organisasi yaitu membuat kebijakan atau peraturan yang dapat mendorong atau menarik motivasi kerja karyawan seperti kebijakan di bidang imbalan keuangan.



DAFTAR PUSTAKA

Munandar, Ashar Sunyoto. 2001. Psikologi Industri Dan Organisasi. Jakarta: Universitas Indonesia. Hal 319-348.
Wijono, Sutarto. 2010. Psikologi Industri Dan Organisasi. Jakarta: Kencana. Hal:19-57 dan hal ; 65-95.
Anoraga, Panji. 2009. Psikologi Kerja. Jakarta: Rineka Cipta. Hal: 34-45.
Sedarmayanti. 2009. TATA KERJA DAN PRODUKTIVITAS KERJA Suatu Tinjauan Dari Aspek Ergonomi Atau Kaitan Antara Manusia Dengan Lingkungan Kerjanya. Bandung:CV. Mandar Maju. Hal: 214-222.
Waluyo, Minto. 2009. Psikologi Teknik Industri. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal:77-84.
Djati,Sundring Pantja. 1999. Pengaruh Variabel-Variabel Motivasi Terhadap Produktivitas Tenaga Kerja Karyawan Pada Industri Rumah Tangga Di Kabupaten Sidoarjo. Dalam Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan Vol. 1, No. 1, September 1999: 22 – 35.http://cpanel.petra.ac.id/ejournal/index.php/man/article/viewFile/15590/15582. Diakses 06 Oktober 2011.
Henry, Adolf. 2009. Motivasi Kerja, Budaya Organisasi Dan Produktivitas Kerja Karyawan. Dalam Jurnal Psikologi Volume 2, No. 2, Juni 2009 hal: 159-165.http://www.ejournal.gunadarma.ac.id/index.php/psiko/article/viewFile/271/211. Diakses 06 Oktober 2011
Riyadi, Slamet. 2011. Pengaruh Kompensasi Finansial,Gaya kepemimpinan dan Motivasi kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada Perusahaan Manufaktur di Jawa Timur. Dalam Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan, Vol.13, No. 1, Maret 2011: 45-50.http://cpanel.petra.ac.id/ejournal/index.php/man/article/viewFile/18243/18111.  Diakses 10 Oktober 2011.
Koesmono. H. Teman. 2005. Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Motivasi Dan Kepuasan Serta Kinerja Karyawan Pada Sub Sektor Industri Pengolahan Kayu Skala Menengah Di Jawa Timur. Dalam Jurnal Manajemen & Kewirausahaan, Vol. 7, No. 2, September 2005: 171-188.http://cpanel.petra.ac.id/ejournal/index.php/man/article/viewFile/16362/16354. Diakses 06 Oktober 2011
Yuningsih. 2011. Pengaruh Human Relations Terhadap Motivasi Kerja Karyawan Rumah Sakit Umum Daerah Sukadana. Dalam Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 7 No.2, Januari 2011 hal:  191-205.http://lemlit.unila.ac.id/file/arsip%202010./JBM/JBM%20september%202008.pdf. Diakses 11 Oktober 2011
Dermantio, Edu. 2009. Skripsi: Hubungan Antara Motivasi Kerja Dengan Prestasi Kerja Karyawan (Studi Kasus Surat Kabar Jurnal Bogor). Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor.http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/11526/BAB%20II%20Pendekatan%20Teoritis%20I09edi.pdf?sequence=6. Diakses 10 Oktober 2011.
Wahyudin, Yusni. 2003. Tesis: Analisis Pengaruh Diskusi Verbal Dalam Review Kertas Kerja Dan Motivasi Serta Interaksinya Terhadap Kinerja Auditor Di Jawa Timur. Universitas Diponegoro.http://eprints.undip.ac.id/9909/1/2003MAK2181.pdf Diakses 06 Oktober 2011.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar